Senin, 23 Agustus 2010

JELANG MALAM PERTAMA

Oleh: Abi-ne Tsaaqib

Judul diatas adalah tema acara penyambutan bulan suci ramadhan lima tahun yang lalu, berlokasi di halaman masjid Salman ITB Bandung, namun sampai kini masih saja terngiang, karena sangat mengesankan (paling tidak bagi penulis). Dan penulis sering berharap, ketika bertemu dengan bulan ramadhan maka malam-malamnya semoga sebgaimana malam pertama, penuh semangat!

Malam pertama identik dengan malam pengantin, ketika pengantin pria dan wanita bersama-sama dalam satu kamar untuk yang pertama kali. Terbayang bagaimana kikuk dan rikuhnya, tentu saja ini tidak berlaku bagi pengantin yang sebelum halal saja sudah "bebas" bergaul sebagaimana lazimnya "pengantin" jaman sekarang, Ssst, hayo.. istighfar-istighfar!.

Karena merupakan malam yang ditunggu-tunggu, tentu kedua mempelai telah mempersiapkan segala sesuatunya agar ketika datang si-malam pertama keduanya telah siap menjelang, menyambutnya. Bisa saja si pria telah menyiapkan fisiknya dengan olah raga teratur beberapa bulan sebelumnya, konsumsi rutin madu, dll, demikian juga sang wanita dengan rajin luluran, misalnya.

Bagaimana halnya dengan malam pertama ramadhan? Rasul SAW mengajarkan untuk persiapan jauh sebelumnya, bahkan sejak bulan Rajab beliau mulai mempersiapkan diri dengan meningkatkan amal ibadah, porsi ibadah baik segi kuantitas maupun kualitas mulai ditingkatkan, sampai-sampai beliau mengajarkan sebuah do'a : "Allahumma Bariklana fi rajaba wa sya'bana waballighna romadlona".

Semakin mendekati hari "H" yang ditunggu-tunggu itu, semakin meningkat saja persiapan penyambutannya, sampai Ummahatul Mukminin Aisyah RA pernah mengatakan bahwa Rasul tidak pernah berpuasa sesering puasa beliau di bulan sya'ban, saking dekatnya dengan ramadhan sehingga harus diupayakan agar kondisinya sudah "ready to use", dan ketika Ramadhan "jog" maka kita sudah tidak kaku lagi, karena sudah pemanasan dengan sangat cukup.

Kita saksikan ketika malam pertama ramadhan tiba, hampir tiap musholla, masjid, dan majelis ta'lim yang mengadakan kegiatan dibulan suci, begitu semaraknya. Anak-anak usia play group, TK, SD dan seterusnya sampai orang dewasa dan bahkan kakek nenek sedemikian antusiasnya. Alhamdulillah, ramadhan telah tiba.. kata mereka. Mari kita sambut dengan penuh iman dan ihtisab (dengan mengharap pahala dari Allah SWT), lanjut bathin mereka.

Anak-anak usia Playgroup dan TK juga tak mau ketinggalan ikut sholat tarawih dengan menenteng mukena baru mereka, serta sarung dan peci baru bagi anak laki-laki. Mereka tak mau kalah dengan kakak-kakak dan bapak ibunya. Masjid dan musholla penuh karenanya. Horee, ikut tarawih, nanti malam mau ikut makan sahur, kata si playgroup dan TK. Dan mau ikutan ronda sahur juga aah, teriak si SD. Luar biasa semangatnya anak-anak ini. Ramadhan jadi sedemikian besar magnetnya, menggugah dan menggerakkan siapa saja untuk berbahagia menyambutnya.

Malam-malam berikutnya, apakah segegap gempita pada malam pertama! tentu saja tidak, walo dibeberapa tempat bisa saja iya, tapi dimana itu? Ayo kita upayakan, paling tidak pada hati-hati kita semua, masih bergemuruh semangat "malam pertama" walau yang sedang kita lalui adalah malam ke-dua, ketiga dan seterusnya.

Tidak bisa tidak kita harus berkaca pada diri sang teladan, yakni Rasul SAW bagaimana beliau mengisi malam-malam ramadhan (terlebih siang harinya) dengan kegiatan yang mencerminkan iman kita, mencerminkan bahwa kita sedang berharap pahala dari Allah SWT, dan kita juga saksikan, Rasul yang mulia memperkuat lagi ibadahnya, lebih kenceng lagi ibadahnya pada sepuluh malam terakhir, khususnya malam-malam ganjil. Nah.. ada apa dengan sepuluh malam terakhir? Lailatul Qodar.

Siap-siap!

Tidak ada komentar: